Apakah Aman dan Bermanfaat menggunakan Organisme Hasil Rekayasa Genetik?

Masalah pemanfaatan Teknologi Rekayasa Genetik telah disepakati dalam Konvensi Keanekaragaman Hayati pada tahun 1992 oleh sekitar hampir 200 negara kecuali Amerika Serikat (negara teknologi maju) dan membutuhkan sekitar 10 tahun untuk menghasilkan kesepakatan baru (Protokol Cartagena) yang membahas pengamanan pengiriman produk-produk hasil rekayasa genetik antarnegara. Mengapa diperlukan pengamanan spesifik ? Hal ini disebabkan adanya potensi produk rekayasa genetik memberikan dampak merugikan pada alam hayati dan kesehatan manusia. Indonesia telah menandatangani kedua kesepakatan tersebut.
       Soal pengiriman produk rekayasa genetik sudah diatur ketat, apakah Indonesia sudah ada aturan yang sama ketat atau harus lebih ketat?
Resiko Keamanan Penggunaan Tanaman Hasil Rekayasa Genetik Walaupun dijanjikan keunggulan tanaman transgenik (tanaman hasil rekayasa genetik), antara lain : ketahanan terhadap hama dan penyakit, ketahanan terhadap herbisida, peningkatan kualitas produk (gandum=baking quality), penundaan kematangan buah (tomat dan melon) sehingga pemasakan buah dapat diatur dan sebagainya, kekhawatiran pemanfaatan tanaman transgenik di alam terbuka sangat nyata, dan resiko kemungkinan dampak negatif terhadap kehidupan dan kesehatan memang sudah secara "inherent" (sudah ada di dalam komponen asing yang dikandungnya, antara lain penggunaan promoter CaMV-35S (promoter dari virus CaMV) untuk memastikan gen asing yang disisipkan akan diungkapkan di organisme/tanaman baru, keharusan penggunaan gen-gen anti herbisida dan pencerna antibiotik sebagai bagian syarat seleksi hasil penyisipan gen-gen asing, dan gen-gen yang berfungsi sebagai gen pelapor (reporter gene) yang umum tidak dimiliki oleh organisme penerima gen.

Resiko-resiko menggunakan organisme hasil rekayasa genetik tersebut menjadi lebih signifikan oleh oleh beberapa hal sebagai berikut:
1. Gen cry (ada 9 jenis) yang menentukan dibentuknya protein toksik (dan setiap bagian tubuh tanaman termasuk pollen, serbuk sari) ternyata tidak cukup selektif terhadap hewan target, sehingga dapat mengurangi keanekaragaman hayati insekta berguna. Penggunaan tanaman transgenik dengan dengan gen cry ternyata juga masih perlu menggunakan pestisida lain.
2. Dimungkinkan juga "penyeberangan"/pemindahan gen antartanaman tidak sama spesies, bahkan berbeda genus (terbukti pada tanaman kanola, penghasil minyak goreng). Kenyataan ini dapat dipandang sebagai kemampuan biologis yang tidak dapat diprediksi lebih dini. Teoritis tidak dapat, kenyataannya memang bisa terjadi.
3. Penggunaan tanaman transgenik tahan herbisida (untuk tujuan memberantas gulma secara kimia) memang menggunakan gen-gen pencerna herbisida yang berasal dari bakteri, dapat mengakibatkan meningkatnya kandungan herbisida di lahan pertanian. Keberadaan herbisida di lahan pertanian dan produk pertanian sangat membahayakan kesehatan para petani dan konsumen.
4. Sampai sekarang belum ditemukan teknologi yang dapat melacak dan "mengakhiri" keberadaan gen-gen asing di organisme yang bukan target.
5. Apakah masalah keamanan akibat tanaman transgenik perlu diatur secara nasional atau bagian dari otonomi daerah? Mengingat dampak negatif tanaman transgenik tidak mengenal daerah-daerah administrasi (kabupaten, provinsi), peraturan keamanan hayati sudah tentu bersifat nasional. Apakah ada aturan "dilarang menulari" tanaman lokal yang diakibatkan oleh tanaman transgenik?
6. Mengingat benih tanaman transgenik (yang juga merupakan tanaman hibrid) merupakan produk perusahaan multi-nasional, maka sangat besar kemungkinan ketergantungan petani akan benih-benih.
Organisme hasil rekayasa genetik memiliki manfaat dan juga keamanan yang berkurang.

Pertanian Organik Menjamin Keramahan terhadap Lingkungan dan Kesehatan
       Pertanian organik telah banyak dilakukan di banyak negara bahkan negara maju teknologi seperti Jepang dan negara-negara Skandinavia. Pertanian organik ditandai dengan penggunaan benih-benih
lokal/tradisional, benih-benih lain yang bukan hibrid (hasil pemuliaan konvensional), tidak/sangat terbatas menggunakan pupuk kimia, lebih banyak memanfaatkan pupuk alami (hasil pengomposan
sisa tanaman, kotoran hewani (tinja dan urine hewan), menggunakan pengetahuan dan kearifan lokal/tradisional. Penggunaan pupuk organik jelas memperbaiki kondisi tanah secara berkelanjutan.
Penggunaan pupuk kimia dapat mengakibatkan kandungan nitrat dalam sayuran terlalu tinggi dan hal itu dapat menimbulkan kekhawatiran timbulnya karsinogen yang dapat memicu timbulnya penyakit kanker. Hal seperti tersebut mengakibatkan ekspor sayuran ke Singapura dan Malaysia ditolak karena kandungan nitrat yang melampaui batas minimal.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Apakah Aman dan Bermanfaat menggunakan Organisme Hasil Rekayasa Genetik?"

Posting Komentar